Warnanya yang sungguh “feminim”, ukurannya besar, dan tubuhnya berlendir. Inilah speisies baru bernama Siput Merah Jambu, yang memiliki nama ilmiah Triboniophorus aff. Graeffei, asal Gunung Kaputar, Australia.
Siput Merah Jambu memiliki panjang sekitar 20 cm, mereka biasa ditemukan di pohon-pohon pada pagi hari saat udara dingin, basah dan berkabut. Sedangkan pada siang hari, binatang ini biasanya bersembunyi bawah pohon. Mereka kemudian memanjat pohon saat malam tiba untuk memakan lumut dan ganggang yang tumbuh di batang pohon.
Siput Merah Jambu memiliki panjang sekitar 20 cm, mereka biasa ditemukan di pohon-pohon pada pagi hari saat udara dingin, basah dan berkabut. Sedangkan pada siang hari, binatang ini biasanya bersembunyi bawah pohon. Mereka kemudian memanjat pohon saat malam tiba untuk memakan lumut dan ganggang yang tumbuh di batang pohon.
Pada awalnya diduga siput ini merupakan bagian dari Siput Segitiga Merah (jenis siput yang umum ditemukan di wilayah itu), tetapi setelah melalui penelitian lebih lanjut spesies ini dinyatakan sebagai spesies yang berbeda.
Jagawana National Parks and Wildlife Service Australia, Michael Murphy mengungkapkan bahwa penelitian baru dalam morfologi dan genetik dari famili Athorcophoridae mengindikasikan bahwa siput kaputar sebagai spesies endemik Gunung Kaputar dan jadi satu-satunya perwakilan famili ini di daratan Australia.
Minimnya jumlah malakolog --peneliti siput dan keong menjadi salah satu alasan siput merah jambu ini tidak mendapat observasi mendalam. Oleh karenanya penelitian mengenai siput ini secepatnya akan dimasukkan dalam publikasi ilmiah.
Puluhan juta tahun lalu, Australia merupakan bagian dari benua selatan yang disebut Gondwana yang meliputi Australia, Papua Nugini, India, sebagian Afrika, dan Amerika Selatan. Alamnya saat itu tertutup hutan hujan, mirip dengan kondisi Papua Nugini sekarang.
Letusan gunung api sekitar 17 juta tahun lalu di Gunung Kaputar membuatnya memiliki sekitar sepuluh kilometer persegi lahan basah dan subur. Sementara, sebagian besar wilayahnya berubah menjadi gurun pasir.
Perubahan ini mengakibatkan tanaman dan hewan yang hidup di Gunung Kaputar berbeda dengan para tetangganya. Menurut Murphy, warna siput yang hidup di daun eucalyptus ini berubah menjadi merah jambu sebagai bentuk kamuflase atau permainan evolusi.
Di dalam sistem rantai makanan, mereka berfungsi sebagai pengurai sampah organik dari pohon untuk kemudian menjadi tanah yang subur. Di dalam ekosistem tersebut, hewan ini juga biasanya menjadi makanan bagi burung dan beberapa hewan lain. Pihak Australia akan mengupayakan berbagai cara untuk mencegahnya punah salah satunya dengan mengambil tindak pelestarian spesies unik ini dan menjadikan gunung habitatnya sebagai "area ekologi terancam punah".
Referensi: wikipedia dan nationalgeographic
Posting Komentar