Kami Berbeda, tetapi Kami Rukun
Matahari belum tinggi ketika Edo, Dayu, dan teman-temannya bermain di halaman sekolah. Ada yang bermain lompat karet; ada yang bermain petak jongkok; ada yang bermain congklak di selasar kelas; dan sebagian lagi ikut dalam permainan Rangku Alu. Edo, Dayu, Siti, Udin, dan Beni memilih ikut permainan Rangku Alu bersama beberapa teman lain. Mereka memang lebih suka dengan permainan olah tubuh di luar ruangan.
Baru beberapa hari yang lalu, teman baru mereka, Yanes yang memperkenalkan permainan ini. Yanes berasal dari Alor, Nusa Tenggara Timur. Permainan yang menggunakan tongkat bambu ini adalah permainan anak yang digemari di sana.
Edo, Dayu, dan teman-teman di SD Nusantara senang sekali mengenal permainan baru ini. Seru dan menantang! Anak-anak di SD Nusantara justru gembira menyambutnya. Perbedaan warna kulit, adat, kebiasaan, atau bahasa tidak mereka anggap sebagai masalah. Semua akrab bermain bersama.
Pernah sekali waktu, ketika Edo bercanda akrab dengan Siti dan Dayu, Hendra berkomentar :
“Ih, Dayu, mau-maunya kamu bermain dengan Edo yang berkulit hitam. Nanti kulitmu yang putih tertular hitam, lho!” ejeknya.
“Ah, aku tak pernah pusing dengan warna kulit, tak pernah pusing dengan asal daerah. Aku dan Siti pun berbeda. Aku anak Bali, Siti anak Sumatra, tetapi kami saling memahami. Pertemanan hanya butuh waktu untuk saling menyesuaikan. Aku pun butuh waktu untuk menyesuaikan diri denganmu, Hendra.” balas Dayu tenang.
Hendra pun terdiam. Sesungguhnya, ia juga tak pernah mengalami masalah dengan temannya yang berbeda asal.
Begitulah, di SD Nusantara. Rukun, walau berbeda. Bermain bersama, tak peduli warna kulit. Semakin kaya karena mengenal adat dan bahasa daerah lain. Semakin kaya dengan bermain bersama aneka permainan tradisional. Rangku Alu, Benthik, Gobak Sodor, atau Cingciripit menjadi perekat yang menyenangkan.
Disalin dari Buku Tema 2 SD Kelas 6
Posting Komentar